infojakarta.id – Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi di bawah enam persen tahun ini. Pemangkasan tersebut seiring dengan tingginya kesenjangan vaksinasi dunia yang disertai kenaikan utang, inflasi dan tren pemulihan ekonomi.
Ketua IMF Kristalina Georgieva mengatakan prospek ekonomi negara maju akan kembali ke tingkat output pra-pandemi pada 2022, tetapi sebagian besar negara berkembang akan membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih.
Adapun Amerika Serikat dan Tiongkok tetap akan menjadi mesin pertumbuhan utama. Sementara itu beberapa negara Eropa termasuk Italia menunjukkan perbaikan.
“Kami menghadapi pemulihan global yang tetap ‘tertatih-tatih’ oleh pandemi dan dampaknya. Kami tidak dapat berjalan ke depan dengan benar. Ini seperti berjalan dengan batu di sepatu kami,” katanya dalam pidato virtual di Bocconi University, Italia, Rabu, 6 Oktober 2021.
Ia menjelaskan tekanan inflasi menjadi risiko utama, yang diperkirakan akan mereda di sebagian besar negara pada 2022 tetapi akan terus memengaruhi beberapa negara berkembang. Menurutnya, peningkatan ekspektasi inflasi yang berkelanjutan dapat menyebabkan kenaikan suku bunga yang cepat sehingga kondisi keuangan menjadi lebih ketat.
Saat ini tingkat utang global mencapai 100 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia. Artinya banyak negara berkembang memiliki kemampuan yang sangat terbatas untuk menerbitkan utang baru bahkan dalam kondisi menguntungkan sekalipun.
“Upaya restrukturisasi utang yang telah diprakarsai oleh Zambia, Chad, dan Ethiopia diselesaikan dengan sukses untuk mendorong mereka mencari bantuan,” terang dia.
Data dari Universitas Oxford menunjukkan hampir 46 persen orang di seluruh dunia telah menerima setidaknya satu dosis vaksin. Jumlah tersebut hanya 2,3 persen untuk orang-orang di negara-negara berpenghasilan rendah.
Kegagalan untuk menutup kesenjangan besar dalam tingkat vaksinasi antara ekonomi maju dan negara-negara miskin ini dapat menghambat pemulihan global. Bahkan mendorong kerugian PDB global menjadi USD5,3 triliun selama lima tahun ke depan.
Karena itu, Georgieva pun mendesak negara-negara kaya untuk meningkatkan pengiriman vaksin covid-19 ke negara-negara berkembang, menghapus pembatasan perdagangan dan menutup kesenjangan sebesar USD20 miliar dalam dana hibah penanganan covid-19.